Budaya Indonesia penuh dengan warna yang indah dan berbeda-beda. Kelopak itu tak lapuk oleh hujan, tak lekang oleh panas. Tahun ke tahun, keindahannya mewarnai keragaman bangsa melalui festival budaya yang menunjukkan identitas dan segala warisan yang dijaga. Kegiatan ini juga merangkum kehidupan yang dijalani masyarakat, merangkai tali silaturahmi antar suku, ras, dan agama. Ini adalah pengingat bahwa meskipun berbeda, masyarakat bersatu dalam Bhinneka Tunggal Ika. Festival tersebut antara lain:
Budaya Hari Raya Nyepi
Budaya Indonesia yang pertama ada Nyepi yang biasadirayakan di Bali sebagai Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Saka. Nyepi berlangsung 24 jam, dari pukul 06:00 hingga esok harinya, ditandai keheningan total di mana semua aktivitas dihentikan dan masyarakat Bali menjalankan puasa, meditasi, dan introspeksi. Sebelum Nyepi, ada upacara Melasti untuk mensucikan patung suci di laut, serta parade Ogoh-Ogoh pada malam sebelum Nyepi, diakhiri dengan pembakaran patung sebagai simbol pembersihan diri. Nyepi bertujuan menyucikan diri dari dosa dan memulai tahun baru dengan pikiran bersih, mengikuti prinsip Catur Brata Penyepian: tidak menyalakan api, tidak bekerja, tidak bepergian, dan tidak bersenang-senang.
Budaya Menggelar Festival Tiwah
Budaya Indonesia selanjutnya ada Festival Tiwah yang merupakan upacara penting bagi masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah, terkait dengan keyakinan Kaharingan tentang siklus hidup, mati, dan hidup kembali. Tiwah melibatkan penguburan ulang tulang leluhur yang dibersihkan dan disimpan dalam sandung sebagai penghormatan terhadap leluhur. Selama festival, masyarakat mengenakan kostum adat dan menampilkan musik serta tarian tradisional untuk berkomunikasi dengan roh leluhur. Festival ini menjadi simbol cinta leluhur dan kekayaan budaya Dayak, serta hubungan dunia material dan spiritual, serta menjaga ikatan emosional dengan
Baca juga: 7 Wisata di Bandung Anti Mainstream dan Instragammable
Palang Pintu
Festival Palang Pintu adalah tradisi Betawi di Jakarta, terutama dalam pernikahan, di mana pengantin pria harus melewati “pintu” yang dijaga oleh keluarga pengantin wanita, melambangkan perjuangan dan komitmen. Festival ini sering diadakan bertepatan dengan ulang tahun Kota Jakarta. Pertunjukan seperti pencak silat, musik tanjidor, dan tarian tradisional seperti Tari Kembang Tarub dan Tari Lenggang Nyai memeriahkan acara. Palang Pintu melambangkan penghormatan antar keluarga dan pelestarian budaya Betawi, sekaligus menarik perhatian wisatawan dan memperkenalkan budaya Betawi.
Tabuik
Festival Tabuik di Pariaman, Sumatera Barat, memperingati kematian Imam Hussein, cucu Nabi Muhammad, dan diadakan setiap tahun pada bulan Muharram, dengan puncaknya pada hari ke-10. Masyarakat membuat replika kubur Imam Hussein, atau Tabuik, yang diarak keliling kota, disertai pertunjukan seni dan kuliner khas. Festival ini melalui tujuh ritual, termasuk mengambil tanah dan menebang batang pisang, sebelum Tabuik dibuang ke laut sebagai tanda pengharapan. Selain memiliki nilai keagamaan dan sosial, Tabuik juga menarik ribuan wisatawan dan berkembang sejak 1826-1828 sebagai budaya lokal.
Sekaten
Festival Sekaten, diadakan di Yogyakarta dan Surakarta, memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW dan merupakan bagian dari dakwah Walisongo, terutama Sunan Kalijaga, pada masa Kerajaan Demak. Festival ini menampilkan pertunjukan gamelan, bazar makanan, dan seni. Puncaknya adalah pengusungan dua gamelan raksasa, Kanjeng Kyai Nagawilaga dan Kanjeng Kyai Nagaprabu. Sekaten melambangkan rasa syukur dan penghormatan kepada Nabi. Berlangsung dari 5 hingga 11 Rabi’ul Awal, festival ditutup dengan Grebeg Maulud. Nama “Sekaten” berasal dari “syahadatain,” menandakan peran penting tradisi ini dalam penyebaran Islam di Jawa sejak abad ke-16.
Masih banyak lagi festival budaya yang ada di Indonesia. Setiap perayaan menghubungkan masa kini dengan jejak leluhur dan kedalaman spiritualitas yang melingkupinya. Melestarikan tradisi merupakan tugas wajib dan cara kita memupuk serta memperkuat rasa kebersamaan. Mari dukung pelestarian budaya agar identitas bangsa terus terjaga sampai ke tangan generasi mendatang, supaya mereka bisa mengenal dan memahami kebersamaan yang menyertainya.